Cerita Dewasa Pijat dan ML dengan Pembantu (bag. 2)

Walaupun aku mulai terrangsang menikmati guncangan sepasang "bola" kembar besar itu, aku segera menghilangkah pikiran-pikiran yang mulai menggoda. Ingat, dia pembantu rumah tangga kamu.

"Kalo masuk angin, mau dikerokin Pak ?" Pertanyaan yang biasa sebenarnya, apalagi ekspresi wajahnya wajar, polos, dan memang ingin membantu. Tini ternyata rajin bekerja, isteriku senang karena dia tak perlu banyak perintah sudah bisa jalan sendiri. Jadi kalau dia bertanya seperti itu memang dia ingin membantuku. Tapi aku sempat kaget atas tawarannya itu, sebab lagi asyik memperhatikan belahan putihnya.

"Kerokin ? Bapak engga biasa kerokan. Punggung pegal-pegal begini sih biasanya dipijit Memang aku suka memanggil Mang Oyo, tukang pijat, tapi dia sedang ada panggilan ke Cimahi. Besok lusa baru tukang pijit langgananku itu janji mau dateng."

"Oo .. tukang pijit yang ditelepon Ibu tadi ya" sahutnya. Tini rupanya memperhatikan isteriku menelepon. "Dia kan baru dateng 2 hari lagi" lanjutnya sambil terus mengepel. Tini memang suka ngobrol. Tak apalah sekali2 ngobrol ama pembantu, asal masih bisa menikmati guncangan bukit kembarnya. Aku tak menjawab. Kini ada lagi "temuanku ?" Meski Tini agak gemuk, tapi badannya berbentuk. Maksudku shaping line-nya dari atas lebar, turun ke pinggang menyempit, terus turun lagi ke pinggul melebar. Seandainya tubuh Tini ini bisa di "re-engineering", dibentuk kembali, tingginya ditambah sekitar 5 cm tapi tidak perlu tambahan "bahan baku", jadilah tubuh ideal.

"Entar kalo kerjaan saya udah beres, Bapak mau saya pijitin ? Hah ? berani bener dia menawari majikan lakinya untuk dipijit ?" Tapi kulihat wajahnya serius dan masih tetap polos. Jelas tak ada maksud lain selain memang ingin membantu majikannya.

"Emang kamu bisa ?"

"Saya pernah kursus memijat, Pak"

"Boleh" hanya itu jawabanku. Sebenarnya aku ingin tanya lebih jauh tentang kursusnya itu, tapi dia telah menyelesaikan pekerjaannya dan terus keluar kamar.

Tinggal aku yang menimbang-nimbang. Aku memang senang dipijit, baik oleh Mang Oyo apalagi oleh wanita muda. Tapi gimana kalau isteriku tahu aku dipijit oleh Tini, aku belum tahu reaksinya. Terima sajalah tawarannya ini, toh aku nanti bisa pesan sama dia untuk tak bilang ke isteriku.

"Dipijat sekarang, Pak ?" tawarnya ketika ia membawa minuman yang kuminta. Kulihat baru jam 12 siang.

"Kerjaan kamu udah beres ?"

"Belum sih, mau seterika tapi jemuran belum kering"

Aku juga ingin sekarang, tapi anakku yang sekolah siang belum berangkat. Tak enak kalau dia tahu bapaknya dipijat oleh pembantu wanita muda. "Entar aja. Sekitar jam 2? Pertimbanganku, pada jam itu anak kedua sudah ke sekolah, si Bungsu sudah pulang sekolah dan main keluar rumah seperti biasanya, dan masih cukup waktu sebelum isteriku pulang kantor pada pukul 5 sore.

Sekitar pukul 2 lewat seperempat, Tini mengetuk pintu kamarku.

"Masuk" Tini nongol di pintu.

"Bapak ada henbodi ?" Maksudnya tentu hand-body lotion.

"Cari aja disitu" kataku sambil menunjuk meja rias isteriku. Aku membalikkan tubuh, telungkup, siap dipijat.

"Lepas aja kaosnya Pak, biar engga kena henbodi"

Celaka ! ketika aku melepas kaos, aku baru sadar bahwa aku dari pagi belum mandi dan masih mengenakan "pakaian tidur" kebiasaanku : T-shirt dan singlet untuk atasnya, dan hanya sarung sebagai penutup tubuh bawahku. Pakaian "kebesaran" ini memang kesukaanku, sebab memudahkan kalau sewaktu-waktu aku ingin meniduri isteriku. Akupun menuntut isteriku untuk berpakaian tidur khusus pula : gaun agak tipis model tank-top dan mini, tanpa apa-apa lagi di dalamnya !

Jadi kalau aku akan berhubungan seks aku perlu stimulasi lebih dulu, maklum sudah belasan tahun aku menikah. Stimulasi yang paling aku senangi dan bisa membuat penisku keras adalah oral. Isteriku tinggal menyingkap sarung dan melahap isinya. Dan setelah kami siap tempur, aku tak perlu direpotkan oleh pakaian isteriku. Aku tinggal "menembak" setelah menindih tubuhnya, sebab biasanya baju tidur pendek nya itu akan tersingkap dengan sendirinya ketika aku menindih dan menggeser-geserkan tubuhku.

Tini memang pintar memijat. Dengan hand-body lotion dia mengurut tubuhku mulai dari pinggang sampai punggung begitu enak kurasakan. Dia tahu persis susunan otot2 di punggung. Sepertinya dia sudah pengalaman memijat. "Kamu pernah kursus pijat di mana ?" tanyaku membuka percakapan.

"Ehhmm, di panti pijat Pak"

"Ha. Kamu pernah kerja di panti pijat ?"

"Iiyyyaa, Pak"

"Kok engga bilang"

"Takut engga diterima ama Ibu, Pak"

"Dimana dan berapa lama ?"

"Di panti pijat ———-, cuma sebulan kok. Tapi Bapak jangan bilang ke Ibu ya"

"Iya deh, asal kamu mau cerita semua pengalaman kamu kerja di panti pijat. Untuk sementara aku menang, punya kartu as yang nanti akan berguna kalau aku harus bilang ke Tini, jangan bilang ke Ibu ya"

"Sebelum kerja kan ikut trening dulu seminggu Pak"

"Oh iya"

"Soalnya itu emang tempat pijat beneran" Aku tahu, panti pijat yang disebutnya itu terletak di Jakarta Selatan dan memang panti pijat "serius". Bukan seperti di Manggabesar misalnya, semua panti pijat hanya kamuflase dari tempat pelayanan seks saja.

"Trus kenapa kamu hanya sebulan, gajinya lumayan kan, dibanding pembantu"

"Iya sih, cuman cape Pak. Saya sehari paling tahan memijat 2 orang saja."

"Kerja memang cape"

"Tapi tangan saya jadi pegel banget Pak. Sehari saya memijat 5 - 6 orang. Penghasilan memang gede tapi biaya juga gede. Mendingan pembantu aja, semua biaya ada yang nanggung, bisa nabung"

"Kamu senang kerja di sini ?"

"Saya kerasan Pak, semuanya baik sih" Memang aku mengajarkan kepada anak-anakku untuk bersikap baik kepada pembantu.

"Kamu mijit sekarang ini cape juga dong"

"Engga dong Pak, kan cuma sekali-kali"

"Kalau Bapak minta tiap hari ?"

"Engga baik Pak pijat setiap hari. Paling sering sekali seminggu"

Lalu hening lagi. Aku asyik menikmati pijatannya, masih di punggungku.

"Punggungnya udah Pak. Kakinya mau ?"

"Boleh" Kaki saja bolehlah, asal jangan ke atas, soalnya burungku sedang tak ada kurungannya. Tini menyingkap sarungku sampai lutut, lalu mulai memencet-mencet telapak kakiku.

"Aturan kaki dulu Pak, baru ke atas"

"Kenapa tadi engga begitu ?"

"Kan Bapak tadi minta punggung"

Lalu naik ke betis, kemudian mengurutnya dari pergelangan kaki sampai lutut, kaki kiri dulu baru yang kanan.

"Apa aja yang diajarin waktu trening ?"

"Pengetahuan tentang otot2 tubuh, cara memijat dan mengurut, terus praktek memijat. Paling engga enak prakteknya"

"Kenapa ?"

"Mijitin para senior, engga dibayar"

Kedua kakiku sudah selesai dipijatnya. Tiba-tiba Tini menyingkap sarungku lebih ke atas lagi dan mulai memijat paha belakangku (aku masih telungkup). Nah, ketika mengurut pahaku sampai pangkalnya, burungku mulai berreaksi, membesar. Aku yakin Tini sudah tahu bahwa aku tak memakai CD. Meskipun sarung masih menutupi pantatku, tapi dalam posisi begini, terbuka sampai pangkal paha, paling tidak "biji"ku akan terlihat. Tapi Tini terlihat wajar-wajar saja, masih terus mengurut, tak terlihat kaget atas kenakalanku. Bahkan dia sekarang memencet-mencet pantatku yang terbuka.

Bersambung ..

0 Response to " Cerita Dewasa Pijat dan ML dengan Pembantu (bag. 2) "

Posting Komentar

Populer Hari ini

POPULER MINGGU INI

Diberdayakan oleh Blogger.